Popular Posts

Penyalahgunaan Antibiotik


Antibiotik merupakan salah zat yang sangat berguna dalam dunia farmasi. Beberapa dokter anak kerap menggunakan antibiotik dalam resep dokter untuk menyembuhkan berbagai keluhan yang diberikan oleh pasien anak. Namun demikian ibu perlu waspada karena penggunaan antibiotik secara tidak rasional sebetulnya tidak diperkenankan dan justru menimbulkan efek yang kurang baik bagi pasien.

 

Definisi

Dalam penggunaan umum, antibiotik merupakan substansi atau gabungan (juga disebut obat chemotherapeutic) yang membunuh atau menghalangi pertumbuhan bakteri. Antibiotik tergolong ke dalam kelompok antimicrobial yang  digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme, termasuk jamur dan protozoa.

Istilah antibiotik  diciptakan  oleh Selman Waksman pada 1942 untuk menjelaskan suatu zat yang dihasilkan oleh mikro-organisme yang menahan perkembangan mikro-organisme lainnya dalam suatu cairan yang sangat encer. definisi asli ini dikecualikan terhadap substansi alami dalam tubuh seperti getah perut dan hidrogen peroksida (mereka membunuh bakteri tetapi tidak diproduksi oleh mikro-organisme), dan juga dikecualikan terhadap senyawa  sintetis seperti sulfonamida (obat antimicrobial). Banyak antibiotik yang memiliki molekul yang relatif kecil dengan berat molekul kurang dari 2000 Da.

Dengan kemajuan perkembangan obat-obat kimia, sebagian besar antibiotik telah dimodifikasi secara kimia  dari ramuan aslinya di alam, seperti halnya dengan beta-lactam (termasuk penicillin, yang dihasilkan oleh jamur dalam genus Penicillium, cephalosporins, dan carbapenem). Beberapa antibiotik masih diproduksi dengan mengisolasi organisme hidup, seperti aminoglycosida; di samping itu, masih banyak lagi antibiotik yang dibuat melalui sintetis murni, seperti quinolone.

 

Efek samping

Menurut penelitian memang bayi termasuk golongan usia yang biasa menjadi obyek penjualan antibiotik melalui berbagai resep yang dikeluarkan oleh dokter anak. Antibiotik berasal dari kata anti dan bios (hidup, kehidupan). Antibiotik sebagai satu kesatuan merupakan salah satu zat yang dapat digunakan untuk membunuh dan melemahkan bakteri, parasit ataupun jamur. Perlu diketahui bahwa antibiotik sama sekali tidak bisa membunuh virus karena virus tidak dapat berkembang biak secara mandiri dan memerlukan materi genetik dari sel yang ditumpanginya.

Nah setelah ibu mengetahui hal ini maka tanyakan kepada diri kita berapa banyak dokter anak yang sering meresepkan antibiotik dalam obat ketika bayi/anak menderita sakit flu yang disebabkan virus. Perlu diketahui bahwa pemberian antibiotik kepada pasien flu akibat virus sebetulnya tidak tepat. Dokter sebetulnya cenderung meresepkan antibiotik karena banyak sekali orang tua yang menginginkan agar obat yang diberikan dokter cepat menyembuhkan bayi. Karena hal inilah seringnya dokter langsung meresepkan antibiotik dalam obat anak yang biasanya berbentuk puyer. Ibu perlu memiliki sikap kritis mengenai hal ini. Jangan segan untuk bertanya kepada dokter apakah anak benar-benar membutuhkan antibiotik terlebih lagi bila penyakit disebabkan oleh virus. Dokter mungkin beralasan bahwa antibiotik harus diberikan untuk menjaga stamina tubuh bayi dengan maksud menjaga agar tidak ada virus dan kuman lain yang menyerang.

Bayi memiliki sistem imunitas sendiri sehingga bila dia terserang penyakit infeksi, imunitas bayi terpicu untuk bekerja lebih giat lagi dan menngatasi virus tersebut. Antibiotik yang diberi tidak seharusnya kepada anak malah merusak sistem kekebalan tubuh bayi dan anak. Antibiotik justru akan menurunkan daya tahan anak (imunitas) dan bahkan lebih mudah untuk terjangkit penyakit lagi. Inilah mengapa anak yang terlalu sering diberi antibiotik akan lebih cepat sakit dan berulang lagi proses ini sehingga kunjungan ke dokter bertambah dan anak menjadi semakin mudah sakit.

Antibiotik dibutuhkan ketika kita terserang infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Sebuah contoh penyakit yang membutuhkan antibiotik adalah infeksi bakteri yang menyebabkan infeksi telinga, infeksi sinus berat, radang tenggorokan, infeksi saluran kemuh, tifus, tuberkolosis dan diare.

Nah perlu ibu ketahui bahwa menurut sebuah penelitian, terbukti bahwa 80-90 persen kasus radang tenggorokan bayi tidak disebabkan oleh infeksi bakteri streptokokus. Karena hal ini penanganannya sama sekali tidak memerlukan pemberian antibiotik. Radang tenggorokan karena infeksi streptokokus juga jarang sekali terjadi pada usia di bawah dua tahun atau bahkan di bawah empat tahun. Di Amerika membeli antibiotik tanpa resep dokter lebih susah daripada membeli senjata api. Bahaya dari penyalahgunaan antibiotic adalah munculnya bakteri yang resisten dan dibutuhkan antibiotic yang lebih kuat yang memerlukan riset dengan biaya besar sehingga mengakibatkan semakin mahalnya harga antibiotic dan juga bakteri yang semakin kuat.

 

Efek Samping Mengejutkan dari Antibiotik

Tapi belum banyak orang yang tahu bahwa antibiotik juga dapat menyebabkan efek samping yang cukup membahayakan. berikut beberapa efek samping antibiotik:

 

1. Gangguan pencernaan

Salah satu efek samping antibiotik yang paling umum adalah masalah pencernaan, seperti diare, mual, kram, kembung dan nyeri.

2. Gangguan fungsi jantung dan tubuh lainnya

Beberapa orang yang mengonsumsi antibiotik mengalami jantung berdebar-debar, detak jantung abnormal, sakit kepala parah, masalah hati seperti penyakit kuning, masalah ginjal seperti air kecing berwarna gelap dan batu ginjal dan masalah saraf seperti kesemutan di tangan dan kaki.

3. Infeksi

Efek samping yang paling rentan dirasakan perempuan adalah infeksi jamur pada organ reproduksi yang dapat menyebabkan keputihan, gatal dan vagina mengeluarkan bau serta cairan.

4. Alergi

Orang yang mengonsumsi antibiotik juga sering mengalami alergi, bahkan hingga bertahun-tahun. Alergi yang sering terjadi adalah gatal-gatal dan pembengkakan di mulut atau tenggorokan.

5. Resistensi (kebal)

Orang yang keseringan minum antibiotik bisa mengalami resistensi atau tidak mempan lagi dengan antibiotik. Ketika seseorang resisten terhadap antibiotik, ada beberapa penyakit dan infeksi yang tidak dapat lagi diobati, sehingga memerlukan antibiotik dengan dosis lebih tinggi. Semakin tinggi dosis maka akan semakin menimbulkan efek samping yang serius dan mengancam jiwa.

6. Gangguan serius dan mengancam nyawa

Penggunaan antibiotik dosis tinggi dan dalam jangka lama dapat menimbulkan efek samping yang sangat serius, seperti disfungsi atau kerusakan hati, tremor (gerakan tubuh yang tidak terkontrol), penurunan sel darah putih, kerusakan otak, kerusakan ginjal, tendon pecah, koma, aritmia jantung (gangguan irama jantung) dan bahkan kematian.

 

Bila anak terlalu banyak diberi antibiotik maka akan terjadi gangguan saluran cerna, seperti diare, mual, muntah, mulas/kolik, ruam kulit, hingga pembengkakan bibir, kelopak mata, hingga gangguan napas.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian antibiotik di usia dini dapat mengakibatkan terjadinya alergi di masa yang akan datang.

Efek samping lain yang mungkin terjadi karena pemberian antibiotik yang terlalu banyak adalah terjadi demam, gangguan darah di mana salah satu antibiotik seperti kloramfenikol dapat menekan sumsum tulang dan mengakibatkan menurunnya produksi sel-sel darah. Efek samping lain adalah munculnya kelainan hati pada penggunaan antibiotik eritromisin, flucloxacillin,nitrofurantoin, trimetoprim, sulfonamid.

Golongan amoxycillin clavulinic acid dan kelompok makrolod dapat menimbulkan allergic hepatitis. Sementara antibiotik golongan aminoglycoside, imipenem/meropenem, ciprofloxacin dapat menyebabkan gangguan ginjal.

Untuk menghindari efek samping antibiotik yang berbahaya tersebut, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan antibiotik sesuai dengan dosis dan aturan pemakaian.

Karena influenza disebabkan oleh virus, antibiotik tidak berpengaruh pada infeksi; kecuali diresepkan untuk infeksi sekunder, seperti pneumonia bakteri. Obat antivirus dapat efektif, tetapi beberapa strain influenza dapat menunjukkan resistensi terhadap obat antivirus standar.

 

ISPA

ISPA adalah infeksi pada saluran pernapasan atas yang biasanya ditandai dengan bersin-bersin, hidung tersumbat atau meler, demam dan mungkin juga batuk. Jenis umum ISPA adalah pilek dan flu. Jika gejala memburuk atau tidak kunjung membaik, konsultasikan dengan dokter karena mungkin ada infeksi (lain) yang lebih serius. Beberapa jenis flu sangat berbahaya sehingga perlu penanganan cepat.

2. Infeksi radang tenggorokan

Radang tenggorokan dapat merupakan tanda awal pilek, tapi juga dapat merupakan gejala penyakit tersendiri yang disebut infeksi radang tenggorokan. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri streptococcus b. Pada radang tenggorokan yang merupakan awal pilek, gejala biasanya menghilang sendiri setelah beberapa hari. Jika radang tenggorokan anak Anda berlangsung lebih dari empat hari, diikuti demam tinggi, bintik-bintik merah terang dan nanah putih di bagian belakang langit-langit dan amandel dan kesulitan menelan, konsultasikan ke dokter karena kemungkinan penyebabnya adalah infeksi radang tenggorokan. Infeksi radang tenggorokan terjadi pada saluran pernapasan atas, namun dokter umumnya tidak menyebutnya sebagai ISPA karena tidak menimbulkan gejala lain seperti hidung tersumbat/meler dan batuk.

3. Rhinitis alergi

Rhinitis alergi adalah peradangan hidung yang disebabkan oleh alergi. Pemicunya adalah alergen luar ruangan seperti serbuk sari atau alergen dalam ruangan seperti bulu hewan peliharaan, jamur, dan debu. Tanda dan gejala rhinitis alergi termasuk hidung meler atau tersumbat, sakit tenggorokan, mata berair dan gatal, sakit kepala, nyeri wajah dan kelelahan.

4. Infeksi telinga tengah

Infeksi telinga tengah (otitis media) sangat umum pada balita, yang biasanya mengikuti flu. Tiga dari empat anak setidaknya pernah mendapatkan satu infeksi telinga pada saat mereka berusia 3 tahun. Gejala umumnya adalah demam, cairan bening mengalir dari salah satu atau kedua telinga, sakit kepala, tidak menanggapi suara dan mengeluhkan rasa sakit atau menarik-narik telinga. Kebanyakan infeksi telinga disebabkan oleh virus sehingga tidak mempan antibiotik. Infeksi telinga tengah yang berulang dapat menyebabkan congekan (otitis media dengan efusi), di mana cairan lengket terakumulasi dan dapat memengaruhi pendengaran.

5. Diare

Diare, yang mungkin juga disertai muntah, bukanlah penyakit tetapi gejala dari penyakit tertentu. Penyebab diare paling umum adalah infeksi virus. Penyebab lainnya adalah infeksi bakteri, efek samping antibiotik, dan keracunan.

Diare biasanya tidak berbahaya dan hanya menyebabkan dehidrasi ringan, yang ditandai oleh mulut sedikit kering, peningkatan rasa haus dan penurunan jumlah urin. Namun, Anda perlu waspada bila anak Anda menunjukkan tanda-tanda dehidrasi sedang dan berat seperti frekuensi buang air kecil yang sangat menurun (pada bayi, kurang dari satu popok basah dalam enam jam), kurangnya air mata ketika menangis, mulut kering dan mata cekung.

Hal terpenting ketika mendapatkan diare adalah memastikan kecukupan asupan cairan. Diare dan muntah banyak mengeluarkan cairan, garam dan gula dari tubuh, sehingga harus diganti. Berikan anak Anda cairan elektrolit (misalnya oralit), jus buah atau minuman manis. Bila Anda dapat menjaga kecukupan asupan cairan, kondisi anak Anda tidak akan berbahaya, bahkan jika gejalanya berlangsung lebih dari 24 jam. Jika diare parah, terus berlangsung lebih dari 24 jam atau anak Anda kesulitan mendapatkan asupan cairan melalui mulut, segera konsultasikan dengan dokter. Jangan memberikan obat anti diare kepada anak-anak tanpa petunjuk dokter.

Kelebihan TCM dalam kasus SARS dan flu burung. Tidak menimbulkan resistensi dari bakteri dan aman dikonsumsi.